Batam, prismatimes.com 29/12/2025. Kompleksitas aturan penempatan tenaga kerja di Indonesia menjadi sorotan tajam seorang pemerhati publik Batam, Mr. Buang. Ia menyuarakan keprihatinan mendalam, menilai bahwa kemudahan akses terhadap pekerjaan seolah terbentur oleh "kekuatan uang" dan birokrasi yang berbelit, sementara rakyat kecil semakin kesulitan mencari nafkah di tanah air.
"Republik NKRI tercinta... Kalah dengan banyak uang? Rakyat kecil menjerit?" lontar Mr. Buag dengan nada prihatin, menggambarkan kegelisahan yang dirasakannya. Ia menyoroti fenomena sulitnya masyarakat Indonesia mendapatkan pekerjaan di dalam negeri. "Pemerintah, sebagai aparatur negara, seolah tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai. Akibatnya, banyak rakyat terpaksa banting tulang mencari kerja ke luar negeri, baik melalui jalur resmi maupun ilegal," tambahnya.
Menurut Mr. Buang, kendala utama yang dihadapi oleh para pencari kerja di Indonesia adalah birokrasi yang sangat berbelit-belit dan rumit. Ia memberikan perbandingan dengan negara tetangga, Malaysia, yang menurut pengamatannya, dapat dengan mudah merekrut tenaga kerja dari negara seperti Bangladesh. "Mungkin negara Bangladesh tidak sesulit, serumit, dan bertele-tele urusan birokrasinya," tuturnya, menyiratkan bahwa proses di Indonesia menjadi hambatan signifikan yang memperlambat pergerakan tenaga kerja.
Lebih lanjut, Mr. Buang melayangkan kritik kepada para menteri di tingkat pusat. Ia menilai bahwa alih-alih memberikan solusi konkret, para pejabat tersebut lebih sering terdengar berbicara mengenai masalah migran tanpa memberikan jalan keluar yang berarti. "Semua menteri di pusat cuma tahu bicara masalah migran, tapi tidak ada jalan keluarnya," keluhnya. Ia menegaskan bahwa prioritas utama bagi rakyat kecil adalah ketersediaan pekerjaan yang jelas dan mudah diakses, bukan sekadar wacana.
Menyinggung hubungan historis dan geografis yang dekat antara Indonesia dan Malaysia, Mr. Buang berpendapat bahwa para menteri, khususnya yang berada di bawah naungan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), seharusnya dapat memanfaatkan kedekatan ini untuk melobi lebih aktif agar lebih banyak kesempatan kerja terbuka bagi tenaga kerja Indonesia di negeri Jiran. "Karena Malaysia dan Indonesia itu adek beradek, dan lagi serumpun, dari banyak satu keturunan dan negara tetangga," jelasnya, menekankan potensi kerjasama bilateral yang belum tergarap secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat.
Mr. Buang berharap agar pemerintah pusat dapat segera meninjau kembali dan menyederhanakan seluruh aturan serta prosedur yang terkait dengan penempatan tenaga kerja. Ia mendesak agar kebijakan yang ada dapat lebih berpihak kepada masyarakat kecil dan memberikan solusi nyata serta terukur dalam menghadapi tantangan pencarian lapangan pekerjaan, baik di dalam maupun luar negeri.
ardie
redaksi
