PERANG STRATEGI DI MEJA HIJAU: MAMPUKAH "SKUAD" REFLY HARUN DKK. MELUMPUHKAN DAKWAAN KUBU JOKOWI DALAM KASUS IJAZAH PALSU?




Jakarta-prismatimes.com- Drama hukum kasus tudingan ijazah palsu Mantan Presiden Joko Widodo semakin memanas dan memasuki babak baru yang kian sengit. Roy Suryo, dr. Tifauzia Tyassuma (dr. Tifa), dan Rismon Hasiholan Sianipar, yang kini berstatus tersangka, tidak tinggal diam. Mereka resmi menambah "amunisi" baru dalam tim penasihat hukum mereka, sebuah langkah yang ibarat menabuh genderang perang strategi di ruang sidang. Manuver ini sontak memicu pertanyaan krusial: Seberapa kuat dampak kehadiran "skuad" baru ini terhadap putusan hukum, dan bagaimana kubu Jokowi akan meladeni perlawanan yang semakin tajam ini?

"Amunisi Tambahan" untuk Tekanan Psikologis dan Strategis

Dalam konferensi pers yang digelar di Tebet pada 9 Desember 2025, dr. Tifa dengan tegas menyatakan bahwa tim baru yang dikoordinasikan oleh Muhammad Taufiq, Jahmada Girsang, dan sosok kondang Refly Harun, hadir sebagai kekuatan tambahan, bukan sebagai pengganti tim yang sudah ada.

Masuknya Refly Harun, seorang ahli hukum tata negara yang dikenal vokal dan kritis, memberikan dimensi baru dalam kasus ini. Ini bukan sekadar penambahan jumlah pengacara, melainkan penggabungan keahlian dari berbagai spektrum hukum yang berpotensi menciptakan tekanan strategis. Kehadiran nama-nama besar ini secara otomatis meningkatkan profil kasus di mata publik dan media, menciptakan tekanan psikologis tersendiri bagi pihak penuntut.

Tim pembela diprediksi akan memanfaatkan keahlian para anggotanya untuk menyoroti aspek prosedural, pelanggaran hak asasi manusia, atau bahkan dugaan politisasi dalam kasus ini. Fokus utama mereka adalah membangun narasi bahwa tindakan para tersangka adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang sah, sekaligus mencoba meminimalisir unsur niat jahat (mens rea) yang dituduhkan.

Kubu Jokowi Tetap Fokus pada Delik Pidana Murni

Di sisi lain, kubu Jokowi, yang diwakili oleh tim kuasa hukum pelapor dan aparat penegak hukum, tampaknya memiliki strategi perlawanan yang terukur dan matang. Respons mereka terhadap "skuad" tambahan ini cenderung fokus pada substansi hukum pidana, bukan terjebak dalam perdebatan politik yang lebih luas.

Strategi utama kubu Jokowi adalah menjaga agar fokus kasus tetap pada pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik. Mereka bertekad mencegah persidangan bergeser menjadi ajang "pembuktian ijazah palsu" di luar mekanisme hukum yang berlaku.

Pihak Jokowi akan bersikeras pada fakta hukum yang telah terverifikasi: keaslian ijazah Presiden Joko Widodo telah dinyatakan sah oleh institusi berwenang, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM). Tim penuntut akan memperkuat bukti digital dan rekam jejak penyebaran hoaks untuk membuktikan adanya kesengajaan atau unsur niat dalam tindakan para tersangka.

Kesimpulan: Pertarungan Sengit Tanpa Jaminan Mutlak

Pertanyaannya kini, apakah penambahan "skuad" Refly Harun dkk. ini akan membuat Roy Suryo dan kawan-kawan lolos dari jerat hukum, atau justru membuat mereka tak berdaya di hadapan dakwaan?

Jawaban tegasnya: ini bukan jaminan mutlak untuk hasil akhir.

Sebuah tim hukum yang solid memang berpotensi menyusun pembelaan yang lebih komprehensif dan efektif. Namun, putusan hakim pada akhirnya akan sangat bergantung pada alat bukti yang dihadirkan di persidangan dan keyakinan hakim berdasarkan fakta hukum, bukan semata-mata popularitas pengacara.

Intinya, "amunisi tambahan" ini dipastikan akan membuat setiap celah hukum dieksplorasi secara maksimal oleh pihak tersangka. Di sisi lain, kubu Jokowi akan merapatkan barisan, memastikan substansi pidana tetap menjadi poros utama persidangan. Pertarungan di meja hijau ini menjanjikan adu strategi yang sengit, di mana hasil akhir sepenuhnya berada di tangan palu hakim yang akan memutuskan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama proses peradilan berlangsung.

---

ardie

redaksi 

Lebih baru Lebih lama