Suasana ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Selasa (14/10/2025) mendadak menjadi sorotan publik setelah nama Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra, disebut-sebut dalam perkara dugaan pemalsuan surat yang menyeret dua terdakwa, Suparman, S.H., M.H., M.Si. dan Oris Suprianja.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Vabiannes Stuart Watimmena, S.H., beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kedua terdakwa dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan didampingi kuasa hukum yang dipimpin Hendrawarman, S.H., M.Si.
Usai sidang, Hendrawarman menyampaikan bahwa pihaknya menemukan banyak perbedaan mendasar antara surat dakwaan dan keterangan saksi di persidangan.
"Dari keterangan saksi pelapor dan saksi lainnya, kami melihat banyak kejanggalan. Narasi dalam surat dakwaan tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di ruang sidang," tegas Hendrawarman.
Menurutnya, seluruh keterangan saksi yang disampaikan hari itu dibantah langsung oleh kedua terdakwa. "Banyak yang tidak benar, banyak yang tidak sesuai," tambahnya.
Hal yang membuat suasana sidang semakin menarik adalah munculnya nama Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra, dalam surat dakwaan. Surat dakwaan menyebut bahwa Li Claudia pernah memanggil saksi bernama Dohar untuk mengonfirmasi surat yang disebut palsu. Namun, dalam persidangan, saksi Dohar membantah hal tersebut.
"Saksi Dohar menyatakan jelas bahwa dia tidak pernah dipanggil oleh Ibu Li Claudia Chandra untuk membahas surat itu," ungkap Hendrawarman.
Karena perbedaan fakta ini, kuasa hukum meminta Majelis Hakim menghadirkan Li Claudia Chandra langsung pada sidang berikutnya untuk memberikan klarifikasi dan memastikan duduk perkara yang sebenarnya.
"Nama pejabat publik sudah dicantumkan dalam dakwaan. Kami ingin kebenaran diuji di ruang sidang, bukan di luar. Karena itu, kami minta Ibu Wakil Wali Kota dihadirkan agar semuanya terang benderang," tegas Hendrawarman.
Selain soal nama pejabat, kuasa hukum juga menyoroti legalitas lembaga saksi pelapor, yakni sebuah LSM yang disebut mengalami kerugian dalam kasus ini. Dari keterangan saksi, terungkap bahwa LSM tersebut sudah vakum sejak 2018, dan ketua umumnya bahkan telah meninggal dunia pada April 2025.
"Kalau lembaganya sudah tidak aktif, dasar hukum pelaporan jadi lemah. Kami mempertanyakan legal standing dan kerugian yang sebenarnya diklaim," ujar Hendrawarman.
Kuasa hukum juga mempersoalkan keaslian surat yang dijadikan dasar laporan polisi. Berdasarkan keterangan saksi Dohar, surat asli dibawa pada 2 Juni, namun laporan ke Polresta Batam baru dibuat pada 20 Juni 2025.
"Selisih waktu yang cukup lama ini menimbulkan keraguan apakah surat yang dilaporkan masih sama. Lebih parah lagi, saksi tidak bisa menjelaskan secara rinci ke mana surat itu dibawa dan untuk apa," jelas Hendrawarman.
Menurutnya, pengambilan surat tanpa izin dan tanpa berita acara resmi adalah tindakan yang tidak etis dan berpotensi melanggar hukum. "Surat itu diambil begitu saja, tanpa dasar. Ini menimbulkan pertanyaan besar terkait validitas barang bukti," tegasnya.
Hendrawarman menambahkan akan memohon kepada majelis hakim agar dalam sidang berikutnya menghadirkan Wakil Wali Kota Batam Li Claudia Chandra serta atasan saksi Dohar dari dinas terkait.
"Kami ingin semua fakta diuji secara terbuka di depan majelis hakim. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Kebenaran harus ditegakkan, dan kami percaya majelis akan bersikap objektif," pungkasnya.
ardie