Gelar Perkara Khusus Diduga Gagal Buktikan Otentisitas Ijazah, Roy Suryo Tegaskan 99,9% Palsu

 


Jakarta, 21 Desember 2025 – Polemik mengenai keaslian sebuah ijazah terus bergulir, bahkan setelah digelarnya Gelar Perkara Khusus (GPK) di Polda Metro Jaya (PMJ) pada Senin, 15 Desember 2025 lalu. Meski telah dihadiri oleh berbagai pihak dan disiarkan melalui beberapa dialog televisi dan podcast, Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, pemerhati telematika dan multimedia, dengan tegas menyatakan bahwa "selembar kertas" yang diduga sebagai ijazah tersebut tetap terbukti 99,9% palsu secara teknis.

Roy Suryo, yang juga dikenal sebagai Ketua Publisia Photo Club (PPC) UGM dan memiliki pengalaman panjang di dunia fotografi serta pengajaran, mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses GPK yang menurutnya tidak memenuhi standar ilmiah dan teknis yang seharusnya.

"Sampai artikel ini ditulis, masih sangat banyak pertanyaan yang diajukan kepada saya, baik melalui WhatsApp maupun telepon langsung. Intinya ingin memperoleh penegasan mengapa saya, Dr. Rismon, dr. Tifa, serta para kuasa hukum kami yang masih berpikiran jernih, sepakat menyatakan bahwa 'selembar kertas' yang dimaksudkan untuk dipaksakan sebagai 'Ijazah' pada kenyataannya secara teknis tetap terbukti 99,9% palsu," ujar Roy Suryo dalam keterangannya pada Minggu, 21 Desember 2025.

Salah satu poin krusial yang disorot Roy Suryo adalah kondisi fisik "bukti" yang diperlihatkan saat GPK. Menurutnya, kertas yang masih berada di dalam map berlapis plastik dan tidak boleh dikeluarkan, apalagi dipegang, diraba, atau dianalisa secara teknis dengan alat bantu, tidak dapat dianggap telah diperiksa secara memadai.

"Harus diketahui oleh masyarakat Indonesia, atas syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh PMJ, semua peserta dalam GPK minggu lalu hanya maksimal diperbolehkan melihat dengan indra penglihatan biologis (alias mata) saja, tanpa satupun alat bantu apapun," tegas Roy Suryo.

Ia menambahkan, jika memang ingin fair, kertas tersebut seharusnya bisa dipegang, diraba, diterawang, atau bahkan difoto dan dipindai dengan mesin scanner resolusi tinggi, sebagaimana saran dari pakar photogrametri senior Prof. Tono Saksono. Situasi ini ia bandingkan dengan kejadian di Rumah JkW Sumber Solo pada 16 April 2025, di mana beberapa wartawan juga hanya "ditunjukkan" selembar kertas tanpa boleh memotret atau merekam video.

Berdasarkan pengalamannya lebih dari 48 tahun di dunia fotografi, mulai dari mencuci cetak foto secara mandiri hingga menjadi dosen fotografi, Roy Suryo langsung meragukan keaslian foto pas di dalam kertas tersebut jika diklaim dicetak pada tahun 1985.

"Bagaimana tidak? Di era tahun 1985 silam, studio foto profesional sekaligus cuci cetak foto seluloid di Jogja masih sangat terbatas dan bisa dihitung dengan jari tangan. [...] Oleh karenanya, kualitas PasFoto Orang berjas hitam dan berkacamata yang berada pada selembar kertas yang ditunjukkan saat GPK di PMJ kemarin yang masih sangat Tajam dan Kontras sangat tidak berkesuaian dengan kondisi serta fakta teknis apabila benar PasFoto tersebut dicetak tahun 1985 alias 40 tahun silam bila dihitung tahun 2025 ini," papar Roy Suryo.

Ia membandingkan kualitas cetakan foto di era tersebut, di mana studio profesional menggunakan peralatan canggih dan bahan kimia berkualitas tinggi, namun tetap memiliki potensi mengalami pudar warna, pergeseran warna, atau kerusakan lain seiring waktu. Sementara itu, hasil cetak dari "laboratorium kaki lima" lebih rentan mengalami degradasi.

"Artinya cetakan PasFoto terebut sama seperti 'Keajaiban Font Times New Roman' di Skripsi sebagaimana hasil analisis sebelumnya yang melampaui jaman, karena Font tersebut di Windows baru dikenal setelah tahun 1992," kritiknya.

Menyimpulkan dari pengalamannya yang luas di bidang fotografi, termasuk penghargaan nasional dan keanggotaan di berbagai organisasi fotografi, Roy Suryo menyatakan dengan tegas:

"Sebagai Ketua Publisia Photo Club (PPC) UGM 1988-1990, [...] saya dengan tegas sekalilagi mengatakan bahwa Selembar Kertas yang ditunjukkan saat GPK di PMJ lalu kalau mau 'dipaksakan' sebagai 'Ijazah FKT UGM tahun 1985' -belum lagi kalau diuji benar Watermark, Emboss dan Kertasnya secara Carbon Dating- maka bisa dikatakan hal tersebut adalah 99,9% PALSU ... !"

Roy Suryo menekankan bahwa analisis ini belum termasuk pengujian fisik terhadap watermark, emboss, dan kertas melalui metode Carbon Dating, yang ia yakini akan semakin memperkuat dugaan kepalsuan. Kasus ini pun berpotensi memicu pertanyaan lebih lanjut mengenai integritas dokumen-dokumen akademis yang beredar.

-


--

Lebih baru Lebih lama